Kidung Gereja

Awalnya tak terpikir lagu Ndherek Dewi Maria bisa membuat menangis, apalagi sembari terkenang betapa ibu menyukai tembang ini. Ibu sering bercerita selalu mbrebes mili setiap menyenandungkan kidung tersebut. Mungkin di malam-malamnya yang sunyi atau kala beratnya hidup seperti tak tertanggung.

Nadyan manah getera, dipun goda setan. Nanging batos engetnya, wonten pitulungan. Wit sang putri Maria, mangsa tega anilar…

Meski hati gemetar digoda setan. Namun dalam hati teringat, ada pertolongan. Sebab sang putri Maria, tak mungkin tega meninggalkan…

Mungkin ibu tak tahu lagu ini juga menemani anaknya di saat tak ada lagi tempat mengadu. Meski tanpa Madah Bakti, Puji Syukur, atau Kidung Adi, hanya bertemankan…..Youtube.

Maka jadilah lagu-lagu itu katarsis yang baru. Sembari bersenandung, mengingat masa kecil ketika setiap minggu pergi ke gereja bersama ibu. Hari-hari yang rasanya sudah begitu jauh.

Sekitar kelas 4 SD, saya pernah menjadi solis yang membawakan Mazmur. Bukan karena bersuara merdu, cuma karena katanya saya yang paling berani di antara teman-teman sekolah minggu yang lain. Saya masih ingat, Mazmurnya Tuhan mendengarkan doa orang beriman.

Lalu ikut koor waktu SMP, bahkan menjadi dirigent. Padahal kalau dipikir-pikir tempo saya sering meleset. Kadang sedikit kecewa menyelinap di hati, ingin bisa menyanyi sedikit saja. Mungkin saya bisa menjadi solis yang membawakan bacaan dari Kitab Kejadian, yang diiringi senandung ‘Maka jadilah petang dan pagi, hari pertama’ hingga ‘Maka jadilah petang dan pagi hari ini‘.

Ah, jadi merindukan gereja dan lagu-lagunya justru di saat tak bisa pergi di tengah pandemi ini. Selepas dari sekolah menengah atas, saya sebenarnya bukan lagi orang yang taat. Beberapa tahun terakhir ini cuma menginjak gereja di Malam Paskah dan Natal.

Pekan Suci pun sering bolong-bolong, tak pernah berpuasa atau pantang, tak pernah lagi mengaku dosa. Bahkan pernah pada suatu Malam Natal, saya memilih pergi ke Cisarua untuk mengunjungi seorang teman.

Namun kidung-kidung gereja ini akan selalu menjadi teman saya dalam gelisah yang tak terbagi dengan orang lain. Dalam melodi yang teduh, dalam lirik liris yang puitis.

Tuhan Dikau naungan hidupku, indahkan doaku. Bila hati mengarah pada-Mu, limpahkan rahmat-Mu. Aku s’lalu diincar bahaya, sampai akhir nanti Tuhanlah perisaiku.

Leave a comment